Menilai Hidup


Ada satu pepatah dalam bahasa Jawa yang mengajarkan tentang bagaimana orang menilai hidup ini yaitu, "Urip iku wang sinawang." Atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih, "Hidup itu pandang memandang." Artinya, orang seringkali melihat hidup ini hanya sekilas pandang. 

Anda melihat hidup saya dan saya melihat hidup Anda. Tindakan saling memandang dalam hidup ini tidak jarang membuat orang untuk saling menilai. Saya menilai hidup Anda sebagai ini dan itu, di sisi lain Anda juga menilai hidup saya sebagai ini dan itu. Tentu saja penilaian itu tidak jarang adalah penilaian berdasarkan sudut pandang orang masing-masing. 

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apakah penilaian itu sepenuhnya benar? Jawabnya adalah belum tentu. Dalam menilai hidup ini, manusia dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu golongan orang rendahan, golongan manusia agak bijaksana, dan golongan manusia mulia. 

Golongan yang pertama adalah golongan orang rendahan, yaitu orang yang menilai hidup hanya dari sisi materi. Orang-orang seperti ini hanya bisa memandang hidup ini dari yang kelihatannya saja, seperti dari harta, uang, benda-benda, pendidikan dan lain-lain. Contoh, "Karena aku lebih kaya daripada kamu maka hidupku lebih bahagia daripada kamu." Atau "Karena aku orang yang naik mobil, sementara kamu naik angkot maka hidupku lebih bahagia daripada kamu." Atau "Karena pendidikanku lebih tinggi dari kamu maka hidupku lebih bahagia daripada kamu." Penilaian-penilaian seperti itu adalah penilaian yang rendah dan seringkali tidak benar karena penilaian-penilaian seperti itu seringkali tidak berhubungan.

Golongan yang kedua adalah golongan orang agak bijaksana, yaitu orang yang menilai hidup dengan seadanya. Orang-orang seperti ini mulai bisa memandang hidup ini lebih realistis dan proporsional. Contoh, "Karena aku lebih kaya daripada kamu maka uangku lebih banyak daripada kamu." Atau "Karena aku orang yang naik mobil, sementara kamu naik angkot maka lebih nyaman daripada kamu." Atau "Karena pendidikanku lebih tinggi dari kamu maka aku lebih menguasai bidangku daripada kamu." Penilaian-penilaian seperti itu adalah penilaian yang lebih proporsional dalam melihat hidup yaitu melihat hidup dari perspektif hidup itu sendiri.

Golongan yang ketiga adalah golongan orang-orang yang mulia, yaitu orang yang memandang hidup ini dari sudut pandang Ilahi. Standard-standard penilaian yang dimiliki bukan standar penilaian duniawi tetapi nilai-nilai keilahian. Semua penilaiannya tidak didasarkan pada hal-hal duniawi tetapi disandarkan pada hal-hal Ilahi. Contoh, ketika melihat kekayaan bukan menilai seberapa banyak atau sedikitnya kekayaan, tetapi melihat bagaimana kekayaan itu digunakan untuk pekerjaan Tuhan. Ketika melihat kendaraan bukan melihat apa mobil yang digunakan tetapi bagaimana kendaraan itu dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan Tuhan. Ketika melihat tingkat pendidikan bukan lagi melihat siapa lebih tinggi sekolahnya, siapa lebih baik sekolahnya, tetapi dia mampu melihat bagaimana dengan pendidikan yang dimiliki dapat semakin memperlancar pekerjaan Tuhan. 

Itulah sedikit banyak tentang gambaran orang-orang dalam menilai hidup ini. Hanya dengan memiliki sudut pandang yang tepat dalam hidup ini kita akan dapat melihat makna dan nilai dari hidup ini dengan benar. Dan di dalam makna dan nilai hidup yang benar itulah terletak bahagia yang sejati. 

Rahayu.

Menilai Hidup Menilai Hidup Reviewed by Admin on Februari 26, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar

Masterchef

About Me
Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos tractatos honestatis ad mel. Legendos tractatos honestatis ad mel. , click here →