Ketika Jogja (sudah) tak Seindah Dulu



Terkahir kali ke Jogja, sekitar bulan Desember lalu memang agak miris ketika melihat perkembangan kota Jogja. Berbeda jauh dengan sepuluh tahun lalu ketika masih kuliah di Jogja, sekarang Jogja terlihat semakin semrawut. Dari suasana kota dapat terasa kemacetan mulai muncul di sana-sini, suasana kota menjadi panas, terminal kurang terawat. Dari aspek ekonomi terlihat pembangunan yang sangat cepat yang seakan-akan sudah sulit untuk dikendalikan. Dan dari aspek sosial kemasyarakatan Jogja pelan-pelan menjadi daerah intoleran dan daerah yang mulai terasa beberapa tindak kekerasan, seperti klitik.

Sekilas memang ironi mengingat Jogja adalah tempat untuk menempa tokoh-tokoh nasional bahkan tokoh-tokoh internasional, seperti Presiden RI beserta beberapa mentri di kabinetnya, atau Gubernur Jakarta atau Gubernur Jawa Tengah, dan tentunya tokoh-tokoh lainnya. Sangat ironi juga ketika melihat pamor Jogja sebagai pusat pemikir kelas dunia yang memiliki jaringan ke institusi akademik di seluruh dunia. Sangat aneh memang ketika membandingkan antara potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh Jogja dengan masalah-masalah yang terjadi di Jogjakarta. Seperti ada semacam jurang yang sangat lebar antara potensi-potensi dan masalah-masalah di Jogja.

Jika melihat teori gunung es, sebenarnya berbagai macam permasalahan yang nampak di Jogja hari ini hanyalah puncak dari gunung es, yang biasanya ada jauh lebih banyak permasalahan yang masih belum terekspos. Melihat kondisi sekarang ini, Jogja seakan-akan kehilangan daya ketika berhadapan dengan modernisasi yang tidak dapat dihindari sehingga mulai muncul kelompok-kelompok intoleran sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidak berdayaan itu. Jogja memerlukan cara pandang yang baru untuk melihat dunia baru yang sedang berubah. Jogja memerlukan kebijakan yang baru untuk mengatur dunia baru yang sedang berkembang. Jogja memerlukan strategi yang baru untuk menghadapi perubahan di dunia yang baru ini. Jika tidak maka cepat atau lambat Jogja akan semakin tertinggal, di mana hal ini akan memicu suburnya kelompok-kelompok intoleran yang putus asa dalam menghadapi kemajuan jaman.

Jogja harus cepat bergerak. Jogja harus segera berubah.
Ketika Jogja (sudah) tak Seindah Dulu Ketika Jogja (sudah) tak Seindah Dulu Reviewed by Admin on Februari 04, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar

Masterchef

About Me
Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos tractatos honestatis ad mel. Legendos tractatos honestatis ad mel. , click here →